Oleh: Pdt. M. Hutabarat, SH., S.Th
Synode Gereja Pentakosta sekarang ini adalah merupakan yang ke 28 kalinya. apabila dilihat dari sejarah berdirinya Gereja Pentakosta pada tahun 1941, menurut catatan, Synode yang pertama berlangsung pada bulan Mei 1944 di Balige. Sinode yang ke II s/d ke V tahun1945, 1946, 1948, dan 1950, serta Synod eke-VI tahun 1951. Lalu Synode VII dan VIII tahun 1959 dan 1961, memperlihatkan kepada kita bahwa Pelaksanaan Synode belumlah terlaksana secara berkala dan kontinu. Tentunya hal itu terjadi oleh karena pengaruh situasi pada waktu itu. Sebagai pelanjut/penerus dari pada Gereja Pentakosta yang kita cintai ini, wajar apabila kita mendambakan untuk lebih mengetahui perjalanan Gereja Pentakosta yang telah berusia 63tahun ini secara lebih akurat, nyata dan authentic sebagai bukti sejarah, bahan evaluasi/renungan guna konsolidasi peningkatan kedepan, serta disampaikan nantinya kepada generasi penerus.
Pdt. Ev. Lukas siburian
Bangsa yang besar adalah
Bangsa yang menghargai sejarah
A. Pendahuluan
Pelaksanaan
Rapat-rapat Synode, adalah merupakan wujud nyata dari pada amanah Anggaran
Dasar/PRT Gereja Pentakosta sebagai wadah para pengerja, Hamba Tuhan dan
anggota Jemaat, membicarakan hal-hal yang perlu dalam pengembangan, perencanaan
dan peningkatan Gereja Pentakosta ke depan, sehingga senantiasa merupakan
momentum yang sangat berharga untuk benar-benar didayagunakan secara maksimal
dalam upaya kemajuan Gereja Pentakosta.
Synode Gereja Pentakosta sekarang ini adalah merupakan yang ke 28 kalinya. apabila dilihat dari sejarah berdirinya Gereja Pentakosta pada tahun 1941, menurut catatan, Synode yang pertama berlangsung pada bulan Mei 1944 di Balige. Sinode yang ke II s/d ke V tahun1945, 1946, 1948, dan 1950, serta Synod eke-VI tahun 1951. Lalu Synode VII dan VIII tahun 1959 dan 1961, memperlihatkan kepada kita bahwa Pelaksanaan Synode belumlah terlaksana secara berkala dan kontinu. Tentunya hal itu terjadi oleh karena pengaruh situasi pada waktu itu. Sebagai pelanjut/penerus dari pada Gereja Pentakosta yang kita cintai ini, wajar apabila kita mendambakan untuk lebih mengetahui perjalanan Gereja Pentakosta yang telah berusia 63tahun ini secara lebih akurat, nyata dan authentic sebagai bukti sejarah, bahan evaluasi/renungan guna konsolidasi peningkatan kedepan, serta disampaikan nantinya kepada generasi penerus.
Kepada
panitia, beberapa pendeta, pengerja, serta anak-anak Tuhan/Jemaat, telah
meminta agar dibuatkan sejarah Gereja Pentakosta, sebagaimana umumnya
Synode-synode lainnya memiliki sejarah Synodenya. Juga ada permintaan untuk
penyajian riwayat
Pendeta
Evangelis Lukas Siburian sebagai bapak Pendiri Gereja Pentakota. Permintaan
tersebut adalah sangat baik dan mulia, yang kita sambut dengan sepenuh hati,
namun… tugas membuat sejarah jelas merupakan amanah suci, memerlukan riset,
data-data akurat, keterangan serta saksi-saksi untuk menyusunnya. Hal tersebut
membuat harapan dimaksud tidak dapat langsung terpenuhi pada saat ini, meskipun
disadari bahwa kita sudah harus memulai langkah awal mengupayakan penyusunan
Sejarah Gereja Pentakosta.
Dari 2 alternatif permintaan kepada paniti, setelah mengadakan riset orientasi dan pengumpulan data serta fakta-fakta yang dilakukan oleh penulis kiranya dapat memulai dengan penyajian "Profil Pdt. Ev. Lukas Siburian" yang didasari oleh alur pikir dan fakta sejarah bahwa berbicara tentang sejarah Gereja Pentakosta, tidaklah dapat dipisahkan dari riwayat hidup, pekerjaan, kisah-kisah perjalanan dan panggilan TUHAN kepada beliau sebagai cikal-bakal Gereja Pentakosta, sekaligus merupakan pengantar bagi peserta synode untuk lebih mengeal beliau, serta dapat berpartisipasi dalam penyusunan Sejarah Gereja Pentakosta.
B. Riwayat Hidup
Pdt. Ev Lukas Siburian, lahir pada tanggal 09 Juni 1906 di desa Paranginan, Humbang Tapanuli Utara-Sumatera Utara. orang tuanya adalah bapak ST. Daniel Siburian dan ibu boru Aritonang Ompu sunggu. Beliau adalah anak ke 3 dari 7 bersaudara, dimana adiknya yaitu Pendeta Renatus Siburian adalah juga salah seorang perintis pentakostawi. Isrtinya T. Boru Lumbantobing yang selalu setia mendampingi beliau. Melahirkan 13 orang anak, tetapi 2 (dua) orang diantaranya dipanggil Tuhan ketika masih anak-anak. Dengan demikian yang masih hidup sampai sekarang ini, adalah 11 (sebelas) orang, 5 (lima) orang alaki-lak dan 6 (enam) orang perempuan, yakni:
1. Mariske Siburian kawin degan Pdt. Ev. Drs P. Sinaga (alm)
2. Pdt. Pangidoan Siburian, kawn dengan boru Simbolon
3. Robert Dalen Siburian., SE kawin dengan EM. Br. Aritonang
4. Simson Siburian, SH, kawin dengan A. br Tobing
5.Nudy Desy Siburian, SH. kawin dengan Drg. M. Br Tobing
6. Pdt. Fermandiane Ev. Siburian kawin dengan Mampe Hutabarat, SH.
7. Tagor Siburian kawin dengan E. Boru siregar
8. Tumiur Siburian kawin dengan O. Simanjuntak
9. Rona ULy Siburian kawind enga Ir. RM. simanjuntak
10. Nurita Dame Siburian kawin dengan Drs. J. Nainggolan
11. Rumida Siburian kawin dengan Dr.s . Saragih
Dengan demikian semuanya sudah berumah tangga.
Dari 2 alternatif permintaan kepada paniti, setelah mengadakan riset orientasi dan pengumpulan data serta fakta-fakta yang dilakukan oleh penulis kiranya dapat memulai dengan penyajian "Profil Pdt. Ev. Lukas Siburian" yang didasari oleh alur pikir dan fakta sejarah bahwa berbicara tentang sejarah Gereja Pentakosta, tidaklah dapat dipisahkan dari riwayat hidup, pekerjaan, kisah-kisah perjalanan dan panggilan TUHAN kepada beliau sebagai cikal-bakal Gereja Pentakosta, sekaligus merupakan pengantar bagi peserta synode untuk lebih mengeal beliau, serta dapat berpartisipasi dalam penyusunan Sejarah Gereja Pentakosta.
B. Riwayat Hidup
Pdt. Ev Lukas Siburian, lahir pada tanggal 09 Juni 1906 di desa Paranginan, Humbang Tapanuli Utara-Sumatera Utara. orang tuanya adalah bapak ST. Daniel Siburian dan ibu boru Aritonang Ompu sunggu. Beliau adalah anak ke 3 dari 7 bersaudara, dimana adiknya yaitu Pendeta Renatus Siburian adalah juga salah seorang perintis pentakostawi. Isrtinya T. Boru Lumbantobing yang selalu setia mendampingi beliau. Melahirkan 13 orang anak, tetapi 2 (dua) orang diantaranya dipanggil Tuhan ketika masih anak-anak. Dengan demikian yang masih hidup sampai sekarang ini, adalah 11 (sebelas) orang, 5 (lima) orang alaki-lak dan 6 (enam) orang perempuan, yakni:
1. Mariske Siburian kawin degan Pdt. Ev. Drs P. Sinaga (alm)
2. Pdt. Pangidoan Siburian, kawn dengan boru Simbolon
3. Robert Dalen Siburian., SE kawin dengan EM. Br. Aritonang
4. Simson Siburian, SH, kawin dengan A. br Tobing
5.Nudy Desy Siburian, SH. kawin dengan Drg. M. Br Tobing
6. Pdt. Fermandiane Ev. Siburian kawin dengan Mampe Hutabarat, SH.
7. Tagor Siburian kawin dengan E. Boru siregar
8. Tumiur Siburian kawin dengan O. Simanjuntak
9. Rona ULy Siburian kawind enga Ir. RM. simanjuntak
10. Nurita Dame Siburian kawin dengan Drs. J. Nainggolan
11. Rumida Siburian kawin dengan Dr.s . Saragih
Dengan demikian semuanya sudah berumah tangga.
Pada masa kanak-kanak beliau berada di Paranginan dan menjelang
akil-balig di Medan, dimana ditempat-tempat tersebut bersekolah bahasa
Inggris dan Belanda. Selanjutnya beliau berangkat ke Pulau Jawa yakni di
Batavia, Surabaya dan Bandung pada usia yag masih remaja, merantau
memperdalam pengalaman dan ilmu pengetahuan.
Dapatlah kita bayangkan bagaimana tekad seorang pemuda batak pada tahun 20-an di zaman Belanda, dimanatrasportasi/komunikasi masih sangat sulit/langka ketika itu, namun tidak meru[pakan hambatan baginya meningkatkan ilmu pengetahuan dan arti kehidupan.
Setelahbeberapa lama di Pulau Jawa, dan menyelesaikan (tamat) dari sekolah tekhnik Bandung dengan hasil baik, maka sesuai dengan keahliannya. beliau mendapat peluang untuk bekerja di perusaahan minyak Belanda yakni BATAACHE petroleum maatschapij (B.P.M) di Plaju Sumatera Selatan, sebagai Ambtenaar. Selanjutnya Tuhan memberi jodoh yaitu T. boru Lumbantobing sebagai istri bapak Lukas Siburian dan melangsungkan perkawinan di Tarutung. Kembali ke Palembang bertugas dan meniti karier di BPM dengan tekun sehingga sebagai Ambtenaar diangkat menjadi STAF EMPLOYEE, setara dengan orang-orang Belanda di BPM.
Sekitar tahun 1924, di Indonesia bertumbuh dan berkembang pngajaran Pentakosta, dimana Pemerintah Hindia Belanda mengakui DEPINKSTER GEMEENTE IN NED. INDIATE BANDUNG, menjadi suatu KERK-GENOOTSCHAP. Pengakuan atas keberadaan PINKSTERKERK ini membuatnya berkembang dan samapai di Sumatera Selatan. Kemudian Bapak L. Siburian menjadi anggota PINKSTERKERK danpada tahun 1934, bapak Ev. Lukas Siburian menjadi Penatua PINKSTERKERK di Plaju.
Menyadari dan menjiwai betapa sukacita dan hikmatnya hidup kerohanian dalam PINKSTER ini, Bapak Lukas Siburian menjetuskan suatu ide/cita-cita murni berupahsarat menyebarkan PENGAJARAN PENTAKOSTA/PINKSTER ke daerah Sumatera Utara. Bahkan dalam gagasan itu telah terkandung "nama" dari pada pengajaran baru itu nantinya setelah diperkenalkan kepada masyarakat, yaitu dengan perkataan/nama "PENTAKOSTA" sesuai dengan nama yang tertulis dalam ALKITAB, pada Kisah Para Rasul 2:1.
Cita-cita itu mulai dikumandangkan kepada Sidang Jemaat di Plaju dan Pelembang dan mendapat sambutan yang sangat positif. Mereka sependapat dengan rencana MISI tersebut, serta mempercayakan kepada bapak LUkas Siburian untukmelakukan upaya-upaya mewujudnyatakan cita-cita fdan rencana mulia tersbut. Untuk menjamin sumber-sumber pembiayaan yang diperlukan, diadakanlah usaha pengumpula dana guna pembiayaan seluruh Rencana Kerja, mulai dari pembinaan tenaga kader Penginjilan, sekolah dan pernerjunan mereka kelapangan yaiotu di Sumataera Utara. Nyatalah bagi kita betapa beratnya tugas-tugas tersebut yang berada di atas pundak Bapak Lukas Siburian.
Setelah sumber-sumber pembiayaan tadi diperoleh, maka usaha-usaha pembianan tenaga-tenaga penginjilan mulai dilaksaakan. beberapa pemuda asal Tapanuli yang berada di Palembang diutus ke Surabaya, Jawa Timur guna mengikuti pendidikan ALKITAB di sekolah Alkitab PENTAKOSTA, secara berkelanjutan didik menjadi penginjil yang setelah tamat, diutus melakukan penginjilan di Sumatera Utara. pengiriman ini mulai dilakukan dalam tahun 1935, kemudian disusul dengan pengiriman berikutnya, hingga jumlah tertentu yang menurut dokumentasi pada saat itu sudah dikirim lebih kurang 12 orang.
Para penginjil ini telah berkarya dalam penyebaran PINKSTERKERK. Berkat bimbingan dan kuasa Tuhan, dalam waktu yang tidak begitu lama, mulailah kelihatan hasil-hasil penginjilan tersebut dengan terbentuknya sebuah Sidang Jemaat yang mula-mula di Balige pada akhir bulan Oktober 1941 dan langsung diberi nama Gereja Pentakosta (PINKSTERKERK) sebagaimana telah merupakan cita-cita dari Palembang
Kemudian pada penginjilan tersebut, menjalankan pelayanan secara terpencar-pencar, ada yang diparanginan, di kota Tarutung, di Balige, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah dan lain-lain yang membuahkan hasil-hasil kemajuan dalam naungan Gereja Pentakosta.
Selanjutnya dalam kegiatan pengnjilan, mulai terlihat adanya gejala ketidak sesuaian pendapat dalam perkerjaan penginjilan yang tentunya membawa pengaruh pada kesatuan kebersamaan, bahkan sudah ada Pendeta yang memakai nama gereja secara berbeda-beda.
Adalah wajar apabila keluarga Lumbantobing merasa heran dan kaget, mengetahui anak/menantu meninggalkan pekerjaannya yang bagus di Palembang serta kebali ke kampong, tetapi selanjutnya dapat memahami tugas suci dan mulia itu. Karena pada waktu itu ibu T. boru lumbantobing sedang hamil, selanjutnya anak yang ke 5 dilahirkan di tarutung.
Dapatlah kita bayangkan bagaimana tekad seorang pemuda batak pada tahun 20-an di zaman Belanda, dimanatrasportasi/komunikasi masih sangat sulit/langka ketika itu, namun tidak meru[pakan hambatan baginya meningkatkan ilmu pengetahuan dan arti kehidupan.
Setelahbeberapa lama di Pulau Jawa, dan menyelesaikan (tamat) dari sekolah tekhnik Bandung dengan hasil baik, maka sesuai dengan keahliannya. beliau mendapat peluang untuk bekerja di perusaahan minyak Belanda yakni BATAACHE petroleum maatschapij (B.P.M) di Plaju Sumatera Selatan, sebagai Ambtenaar. Selanjutnya Tuhan memberi jodoh yaitu T. boru Lumbantobing sebagai istri bapak Lukas Siburian dan melangsungkan perkawinan di Tarutung. Kembali ke Palembang bertugas dan meniti karier di BPM dengan tekun sehingga sebagai Ambtenaar diangkat menjadi STAF EMPLOYEE, setara dengan orang-orang Belanda di BPM.
Sekitar tahun 1924, di Indonesia bertumbuh dan berkembang pngajaran Pentakosta, dimana Pemerintah Hindia Belanda mengakui DEPINKSTER GEMEENTE IN NED. INDIATE BANDUNG, menjadi suatu KERK-GENOOTSCHAP. Pengakuan atas keberadaan PINKSTERKERK ini membuatnya berkembang dan samapai di Sumatera Selatan. Kemudian Bapak L. Siburian menjadi anggota PINKSTERKERK danpada tahun 1934, bapak Ev. Lukas Siburian menjadi Penatua PINKSTERKERK di Plaju.
Menyadari dan menjiwai betapa sukacita dan hikmatnya hidup kerohanian dalam PINKSTER ini, Bapak Lukas Siburian menjetuskan suatu ide/cita-cita murni berupahsarat menyebarkan PENGAJARAN PENTAKOSTA/PINKSTER ke daerah Sumatera Utara. Bahkan dalam gagasan itu telah terkandung "nama" dari pada pengajaran baru itu nantinya setelah diperkenalkan kepada masyarakat, yaitu dengan perkataan/nama "PENTAKOSTA" sesuai dengan nama yang tertulis dalam ALKITAB, pada Kisah Para Rasul 2:1.
Cita-cita itu mulai dikumandangkan kepada Sidang Jemaat di Plaju dan Pelembang dan mendapat sambutan yang sangat positif. Mereka sependapat dengan rencana MISI tersebut, serta mempercayakan kepada bapak LUkas Siburian untukmelakukan upaya-upaya mewujudnyatakan cita-cita fdan rencana mulia tersbut. Untuk menjamin sumber-sumber pembiayaan yang diperlukan, diadakanlah usaha pengumpula dana guna pembiayaan seluruh Rencana Kerja, mulai dari pembinaan tenaga kader Penginjilan, sekolah dan pernerjunan mereka kelapangan yaiotu di Sumataera Utara. Nyatalah bagi kita betapa beratnya tugas-tugas tersebut yang berada di atas pundak Bapak Lukas Siburian.
Setelah sumber-sumber pembiayaan tadi diperoleh, maka usaha-usaha pembianan tenaga-tenaga penginjilan mulai dilaksaakan. beberapa pemuda asal Tapanuli yang berada di Palembang diutus ke Surabaya, Jawa Timur guna mengikuti pendidikan ALKITAB di sekolah Alkitab PENTAKOSTA, secara berkelanjutan didik menjadi penginjil yang setelah tamat, diutus melakukan penginjilan di Sumatera Utara. pengiriman ini mulai dilakukan dalam tahun 1935, kemudian disusul dengan pengiriman berikutnya, hingga jumlah tertentu yang menurut dokumentasi pada saat itu sudah dikirim lebih kurang 12 orang.
Para penginjil ini telah berkarya dalam penyebaran PINKSTERKERK. Berkat bimbingan dan kuasa Tuhan, dalam waktu yang tidak begitu lama, mulailah kelihatan hasil-hasil penginjilan tersebut dengan terbentuknya sebuah Sidang Jemaat yang mula-mula di Balige pada akhir bulan Oktober 1941 dan langsung diberi nama Gereja Pentakosta (PINKSTERKERK) sebagaimana telah merupakan cita-cita dari Palembang
Kemudian pada penginjilan tersebut, menjalankan pelayanan secara terpencar-pencar, ada yang diparanginan, di kota Tarutung, di Balige, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah dan lain-lain yang membuahkan hasil-hasil kemajuan dalam naungan Gereja Pentakosta.
Selanjutnya dalam kegiatan pengnjilan, mulai terlihat adanya gejala ketidak sesuaian pendapat dalam perkerjaan penginjilan yang tentunya membawa pengaruh pada kesatuan kebersamaan, bahkan sudah ada Pendeta yang memakai nama gereja secara berbeda-beda.
Menyadari hal
tersebut dengan memperkirakan kemungkinan-kemungkinan berkembangnya lagi
kondisi-kondisi yang merugikan misi Gereja Pentakosta, bapak Lukas Siburian
bertetap hati dengan mengimani tuntunan Tuhan, mengambil sikap dengan suatu
keputusan yangsungguh besar dan heran, dimana beliau mau dan bertetap hati
meninggalkan pekerjaannya sebagai staf/Employee BPM untuk langsung turun
kelapangan melakukan penginjilan, terjun dalam kegiatan pelayanan dengan
mengalami serta menghadapi sendiri keadaan di medan penginjilan serta melakukan
upaya-upaya kelestarian Gereja
Pentakosta.
Pekerjaan
sebagai di BPM saat itu (sekarang sperti pertamina), sungguh merupakan
pekerjaan yang bergengsi tinggi. Dengan
gaji yang besar, jaminan social yang mapan, fasilitas lengkap sampai ke
luar negeri, membuat jabatan dimaksud langka bagi kaum pribumi ketika itu.
Apabila pola piker adalah dari sudut duniawi dan kedagingan……. “panggilan
Tuhan” telah merasuki hati, jiwa dan pikiran bapak Lukas Siburian serta merta
menuntun beliau agar berani meninggalkan kenikmatan duniawi itu beserta
keluarganya dan siap bekerja di lading Tuhan. Dengan memboyong
istri serta 4 (empat) orang anak yang lahir di Pelembang, pada tahun 1943 (masa
pendudukan Jepang), Bapak Lukas Siburian berangkat ke Sumatera Utara, serta
singgah dulu ditarutung yang juga merupakan kampong keluarga mertuanya yakni
marga Lumbantobing.Adalah wajar apabila keluarga Lumbantobing merasa heran dan kaget, mengetahui anak/menantu meninggalkan pekerjaannya yang bagus di Palembang serta kebali ke kampong, tetapi selanjutnya dapat memahami tugas suci dan mulia itu. Karena pada waktu itu ibu T. boru lumbantobing sedang hamil, selanjutnya anak yang ke 5 dilahirkan di tarutung.
Dalam melakukan
penginjilan dan kegiatan-kegiatan gerejani dengan memakai nama PENTAKOSTA atau gereja Pentakosta
C. Gereja/Penginjilan
1. Gereja
- Peran serta bapak Lukas Siburian
dalam Gereja/Penginjilan pada waktu di Plaju Palembang adalah sebagai Jemaat
PINKSTERKERK yang selanjutnya pada tahun 1934 diangka menjadi penatua
PINKSTERKERK. Tahun 1938 menutus tenaga-tenaga kader-kader penginjil dari
Palembang ke Surabaya untuk mengikuti SEKOLAH ALKITAB PENTAKOSTA yang
selanjutnya menjadi tenaga-tenaga penginjil Pentakosta di Sumatera Utara.
- Setelah meninggalkan Palembang
pada tahun 1943, langsung terjun melakukan penginjilan-penginjilan perintis
bersama lainnya. Perjalanan sejarah mencatat, dalam perjalanan Gereja Pentakosta yang kemudian mengalami
fiksi sebagai konsekuensi perkembangan
logis dari pada suatu organisasi, maka dalam tahun 1949-1950 dan selanjtnya
terjadi perkembangan gereja-gereja yang tetap memakai nama “Gereja Pentakosta”
adalah dibawah Pimpinan Pdt. Ev. Lukas siburian yang berkedudukan pusat di
Pematang Siantar.
- Perjalanan Gereja Pentakosta
tentunya juga mengalami beberapa kisah
suka duka, tetapi Tuhan tetap menyertai Gereja Pentakosta. Pernah terjadi Federasi
gereja-gereja Pentakosta yang berkedudukan di Jkarta, berneda pendapat dengan
Gereja Pentakosta dalam hubungan organisasi, tetapi atas perjuangan Pdt. Ev.
Lukas Siburian, Secara Nasional turut serta mempelopori berdirinya suatu Badan
Kerjasama diantara Gereja-gereja beraliran Pentakosta, dimana kemudian pada
tahun 1963, pada rapat yang berlangsung di Yogyakarta, telah terbentuk suatu
Badan Kerja Sama yang diberi nama “DEWAN KERJA SAMA”, berpusat di Jakarta dan
Pdt. Ev. Lukas Siburian duduk sebagai Sekretaris merangkap anggota Dewan.
- Pada tahun 1964, Departemen Agama
RI, menerbitkan “Peraturan tentang HERREGISTRASI” dan Pdt. Ev. Lukas Siburian
telah melaksanakan pendaftaran ulang dan Departemen Agama RI menerbitkan “surat keterangan Pendaftaran Ulang” kepada
Gereja Pentakosta, tanggal 13 Pebruari 1964, Nomor:B/II/SK/2/16/64. Hal ini
menunjukkan betapa beliau selalu mematuhi hokum dan berjalan sesuai prosedur
sehingga Gereja Pentakosta tetap sah dan berkekuatan hokum sebagai salah satu organisasi agama di Negara RI.
Bersambung
di ketik ulang oleh: Pdm. Joel Nababan, S.Th
Tidak ada komentar:
Posting Komentar