Nats Bacaan: Mazmur 73:1-28
Oleh: Pdm. Joel Nababan, S.Th
Oleh: Pdm. Joel Nababan, S.Th
Pembaca
Blog Biro Pemuda Gereja Pentakosta yang setia dan berbahagia, sebelumnya ijinkan saya
mengajukan satu pertanyaan seperti berikut; Menurut pembaca sekalian
apakah Allah itu baik? Saya yakin dengan mantap dan penuh keyakinan
pembaca blog ini akan berkata ya “Allah itu baik”. Bahkan disaat-saat
kesulitan hidup menerpa kehidupan kita, keadilan tidak berpihak kepada
kita, mulut kita pun masih sanggup berkata “Allah itu baik”.
Namun
tidak dapat dipungkiri bahwa tidak sedikit orang percaya ketika
kesusahan menerpa hidupnya, sakit penyakit menggerogoti hidupnya,
nasibnya tidak sebaik nasib orang lain, kegagalan demi kegagagalan
menerpa hidupnya, pemaham dia terhadap “Allah itu baik” berubah secara
drastis. Dia mulai mempertanyaan kebaikan Allah dengan berbagai
argument. Pengalaman seperti ini jugalah yang sedang dialami oleh
seorang anak manusia yang bernama Asaf. Asaf adalah seorang imam
keturunan Lewi, kepala pemimpin pujian di dalam bait Allah (1 Tawarik
14:4-5).
Dalam perjananan kehidupan Asaf,
ia mulai mempertanyakan tentang kebaikan Tuhan yang dia layani dan
sembah, ada keragu-raguan di dalam dirinya terhadap apa yang selama
ini ia yakini. Komitmennya terhadap kebaikan Allah perlahan mulai
pudar. Kesetiannya mempertahankan hati bersih, ataupun menempatkan
standart moral yang tinggi dalam hidupnya mulai ia anggap sebagai sebuah
kesia-siaan. Hal itu terjadi ketika Asaf melihat kenyataan yang
sebenarnya semuanya serba terbalik . Dimana orang yang tidak benar,
orang jahat, orang yang melawan Allah justru hidup mereka lebih mujur.
Keberhasilan menjadi bagian dari hidup mereka. Sehat dan gemuk mereka.
Sementara orang benar, orang yag menghabiskan waktunya dirumah Tuhan,
orang yang mengenal dengan baik siapa Allah yang dia sembah dan layani,
justru mengalami kepahitan hidup, sering ditimpa kesusahan dan
ketidakberdayaan, setiap hari kena tulah dan kena hukum.
Dari pembacaan Nats Firman Tuhan di atas, paling tidak ada dua yang perlu kita renungkan menyangkut tentang kebaikan Allah.
Dari pembacaan Nats Firman Tuhan di atas, paling tidak ada dua yang perlu kita renungkan menyangkut tentang kebaikan Allah.
- Pada hakikatnya Allah itu baik: Kata “sesungguhnya dalam terjemahan lain dipakai kata “Truly” yang berarti sungguh-sungguh, betul-betul. Artinya bahwa Allah itu benar-benar baik. Kebaikan Allah itu sudah dari sononya. Bukan Dia dapat di tengah-tengah perjalanan hidupNya. Kebaikan Allah bukan karena reward dari ciptaan kepada Sang pencipta. Sehingga ketika kita semakin mengatakan Dia baik, maka Ia akan semakin baik. Semakin kita puja-puja Dia, maka Allah akan semakin baik. Kebaikan Allah tidak bergantung kepada apa yang dikatakan oleh manusia. Ada sebuah lagu dari daerah Tapanuli yang syairnya kira-kira demikian “MOLO ANTAR HU MAPAL, HEPENG DA NA HULEHON I, DI DOKHON HO MA TU AU, DI DOKHON HO MA TU AU, HU PALAS MA PARIDIAN MU PAPI? SAI NIMMU DO. MOLO ANTAR HU MURANG HEPENG DA NA HULEHON I, DI DOKHON HO MA TU AU, ANGGO SONGONON DO TU MAGON MA HITA MULAK TU TOBA (Kira-kira demikian terjemahannya “Kalau uang dikasi agak banyak, maka akan ditawari, aku buatkan air panas ya papi? Namun ketika uang di berikan kurang, akan dikatakan, kalau memang begini lebih baik kita plang kampong) dengan kata lain kebaikan seseorang diukur dari apa yang dibuat oleh orang lain. Dan ketika seseorang itu tidak seperti yang diharapkan oleh orang lain maka penlilain baik terhadap seseorang tersebut drastis menjadi berkurang.
- Kebaikan Allah tidak dapat diukur dari situasi dan keadaan seseorang: Fakta-fakta hidup yang disaksikan oleh Asaf dalam kehidupan nyata tidak dapat diterima oleh Asaf secara logika. Fakta-fakta hidup antara orang yang dengan rela hati mempertahankan hidup bersih (orang benar) dengan orang fasik. Dimana orang benar banyak sekali mengalami penderitaan sementara orang fasik tidak tersentuh penderitaan. Kenyataan hidup ini ternyata sangat mempengaruhi paradigma awal yang dibangun oleh Asaf tentang Allah yang benar-benar baik. Asaf sedikit banyak mulai terpengaruh dengan teologi timbal balik. Artinya ketika seseorang baik kepada Allah, maka kewajiban bagi Allah untuk membalas segala kebaikan yang diperbuat oleh seseorang tersebut. Kalau seseorang suka memberi tumpangan misalnya, maka Allah berkewajiban untuk membalas segala apa yang dilakukan oleh orang tersebut.
Ada satu ilustrasi demikian: ada seorang petani yang mempunyai kebun semangka. Suatu ketika disiang
hari si petani beristirahat dibawah pohon cemara yang rindang sekali. Sambil
merebahkan tubuhnya, si petani pun mulai berpikir dan bertanya dalam dirinya.
Allah tidak adil ini, masa semangka yang pokoknya kecil tetapi buahnya besar,
sementara pohon cemara ini pokoknya besar tetapi buahnya kecil. Harusnya
sebaliknya pikir sipetani. Sementara si petani berpikir dan berpiir ia pun
tertidur. Tetapi tiba-tiba buah cemara jatuh percis di jidatnya, dan sangkin
kagetnya si petani ini pun terbangun sambil berkata Allah itu adil, Allah itu
adil.
Kesimpulan: Kebaikan Allah tidak dapat
diukur dari takaran manusia. Kebaikan
Allah selalu dan harus dilihat dari sudut
pandangnya Allah. Sehingga Ketika kita memahami
kebaikan Allah secara benar,
maka kita pun akan berkata”Selain Engkau tiada yang kuingini
di bumi” sebab Dia
sungguh-sungguh Allah yang baik amin……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar